RI-JERMAN SEPAKATI KERJASAMA BILATERAL SOAL LINGKUNGAN HIDUP SESUAI PRINSIP INDONESIA DAN NEGARA BERKEMBANG
Jakarta, Pelita
Indonesia dan Jerman menandatangani pemyataan bersama mengenai lingkungan hidup yang isinya sesuai dengan prinsip- prinsip yang selama ini selalu dipeljuangkan oleh Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Pemyataan bersama yang dikeluarkan dalam rangka kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke Republik Federal Jerman (RFI) tanggal 3-7 Juli 1997 ini merupakan kesepakatan keljasama dalam masalah lingkungan hidup yang pertama dilakukan secara bilateral.
Kepada para wartawan yang menyertai kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto dalam penerbangan pulang ke TanahAir hari Senin (8/7) kemarin,MenluAli Alatas mengungkapkan, selama ini ketjasama dalam masalah lingkungan hidup antarnegara negara di dunia hanya pemah dalam konteks multilateral. Misalnya di PBB di antara ASEAN dengan berbagai kelompok kerjasama lain diantara lingkungan ASEAN sendiri, atau antara negara-negara Selatan. “Tetapi ketjasama yang bersifat bilateral, setahu saya barn inilah yang pertama, setidak-tidaknya bagi Indonesia,” ujamya.
Diungkapkan, kerjasama yang tercakup di dalam pernyataan bersama Indonesia-Jerman ini sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip yang selalu diperjuangkan Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, mengenai bagaimana suatu ketjasama di bidang lingkungan hidup hams diadakan.
Selama ini dalam berbagai kesempatan, demikian Ali Alatas, kita selalu menyatakan agar janganlah masalah lingkungan hidup dijadikan sebagai pokok perselisihan barn antara negara-negara maju dan negara berkembang. Diantara kedua pihak selama ini seolah-olah tetjadi tuding-menuding, terutama yang menyangkut soal kehutanan.
Dikatakan, kita juga selalu menyatakan agar soal lingkungan hidup janganlah dijadikan suatu kondisionalitas tambahan dalam suatu ketjasama antar negara di bidang ekonomi. Sebab, soal lingkungan hidup merupakan masalah global, yang tetjadi tidak hanya di negara berkembang melainkan juga di negara maju. Masalahnya begitu rumit, begitu besar dan menyangkut berbagai bidang.
“Oleh karennya, satu-satunya jalan adalah menjadikannya suatu karya bersama diantara negara-negara di dunia, khususnya antara negara maju dan negara berkernbang atas dasar kepentingan bersama dan tanggungjawab bersama, yang selaras dan adil. Berarti yang kaya membayar lebih banyak dari pada yang miskin, yang lebih besar kepentingannya tentu harus bertanggungjawab lebih besar pula,” ujar Menlu Alatas.
Pembangunan Berkesinambungan
Pernyataan bersama Indonesia-Jerman itu antara lain rnenyatakan, kedua negara yakin akan perlunya memperkuat kerjasama internasional di bidang lingkungan hidup, dalam rangka pembangunan yang berkesinambungan dan berwawasan lingkungan.
Selanjutnya, kedua negara secara sepintas mencatat bahwa pada bulan Juni 1992 rnendatang di Brazil akan diselenggarakan Konferensi PBB mengenai masalah Lingkungan dan Pembangunan (UNCED, United Nations Conference on Environment and Development) Kedua negara sepakat untuk terus berpartisipasi aktif dalam usaha mempersiapkan konferensi tersebut agar mencapai sukses.
Dalam paragraf selanjutnya, yang oleh Menlu Alatas disebutkan sebagai paragraf kunci, kedua negara sepakat untuk memperkuat kerjasama bilateral di bidang lingkungan hidup dalam rangka mencapai suatu pembangunan yang berkesinambungan dan berwawasan lingkungan.
Ditegaskan pula bahwa kerjasama tersebut haruslah sesuai dengan prinsip-prinsip dan posisi yang telah dicapai kedua pemerintahan dalam forum-forum internasional lainnya.
Cuaca·dan Biodiversity
Paragraf berikutnya mendukung dua usaha yang sedang berjalan sekarang, dalam merundingkan suatu konvensi mengenai cuaca dan pelestarian biodiversity. “Sekaran gkan cuaca sedang dibayakan oleh emisi-emisi C02, dan kita sedang merundingkan suatu konvensi yang satu lagi yang sedang diusahakan adalah tentang bagaimana cara melestarikan biodiversity, yaitu keanekaragaman flora dan fauna di hutan,” ujarnya.
Menurut Ali Alatas, kalau hutan ditebangi seenaknya, akan menimbulkan bahaya terhadap cuaca dan sebagainya serta menimbulkan ancaman terhadap biodiversity. “Walaupun hutan itu ditanami kembali tapi kalau dengan jenis tanaman yang lain, maka biodiversitynya berubah. Flora dan fauna yang semula mendiami hutan hujan tropis itu tidak akan kembali dan akan punah. itu tuduhannya”.
Tetapi, demikian dikatakan, kedua konvensi tersebut hanya dicatat sepintas dalam pemyataan bersama RI-RFJ, yaitu kedua negara mencatat bahwa kedua pihak sedang menyusun kedua konvensi tersebut dan akan mendukungnya.
Masalah Kehutanan
Mengenai masalah kehutahan, menurut Menlu Alatas, Indonesia sering dituding dan menghadapi celaan yang sama sekali tidak mengetahui fakta-faktanya dan tidak memperhitungkan apa-apa yang telah dilakukan Indonesia. “Di dalam paragraf berikutnya masuk pemikiran dan pendekatan kita. Ini penting,” kata Alatas.
Paragraf tersebut menyatakan, kedua negara sama mengakui bahwa di samping samudera, hutan merupakan ekosistem yang paling lengkap di dunia. Selanjutnya
paragraf ini menguraikan pentingnya hutan, yaitu untuk mencegah dibahayakan atau diancamnya cuaca, keseimbangan perairan, erosi tanah, di samping hutan penting sebagai tempat biodiversity. Lebih dari itu, hutan merupakan salah satu sumber kehidupan utarna umat manusia. Dibanyak tempat, khususnya di negara berkembang, hutan merupakan sumber kehidupan dan bahkan tempat hidup rakyat.
Ditegaskan pula bahwa hutan juga berfungsi sebagai sumber daya yang terbarukan (renew-able) bagi pembangunan dan sebagai sumber berbagai komoditas yang sangat penting nilai ekonomi dan nilai pembangunannya, khususnya bagi negara berkembang untuk menghapus kemiskinan.
Baik negara maju mampun negara berkembang harus bekerjasama secara adil dan memikul tanggungjawabnya masing-masing secara adil pula. Prinsip-prinsip pokok tersebut harus disetujui lebih dulu sebelum menginjak suatu persetujuan menyeluruh dan global. Demikian antara lain pernyataan bersama RI-RFJ mengenai masalah lingkungan hidup.
Tidak Ubah Sistem
Sementara itu Presiden Soeharto menegaskan, kendati ada perubahan pemerintah dari partai mana pun, namun pandangan terhadap sistem pemerintahan Indonesia akan tetap sama. Karena itu jangan sampai ada pemerintahan baru, kemudian dimulai lagi dengan negara baru. Penegasan itu dikemukakan Kepala Negara kepada wartawan hari Senin (8/7) dalam penerbangan kembali ke Tanah Air setelah melakukan kunjungan kenegaraan empat hari di Jerman.
“Satu hal yang sangat menguntungkan, ini sejak dahulu telah kita bina,” ucapnya. Di Jerman pun dikenal sistem partai banyak dan sistem parlementer. Partai yang banyak dapat dukungan rakyat dan memperoleh kursi di DPR itulah yang akan memimpin.
“Karena itulah, kita selalu berusaha agar supaya kita, baik ada perubahan pemerintahan dari partai manapun juga, pandangan terhadap Indonesia itu sama sehingga jangan sampai ada pemerintahan baru, kita mulai lagi dengan negara bani.Inilah antara lain kita upayakan sejak dulu,” ucap Presiden yang didampingi Menko Ekuin Radius Prawiro.
Menurut Kepala Negara, dari hasil pertemuannya dengan pemimpin-pemimpin partai besar di Jerman, semuanya, berpandangan sama terhadap Indonesia serta pentingnya dilakukan kerjasama antara kedua negara.
Menjembatani
Kerjasama yang dimaksudkan tidak hanya secara bilateral, tapi ada upaya-upaya untuk menje mbatani kerjasama kawasan Eropa dan Asia Tonggara. Bahkan Kanselir Jerman Helmut Kohl menyatakan, agar segala sesuatu tidak hanya dibicarakan secara formal. “Artinya hanya melalui saluran diplomatik, tetapi ada hubungan secara pribadi antara saya dan PM Kohl agar memudahkan pemecahan segala sesuatunya bisa berhubungan, baik melalui surat secara langsung atau kalau perlu kita angkat telepon,” kata Presiden.
Namun kemudahan itu, kata Presiden, bukan berarti menghilangkan tata cara pemerintahan atau tatacara kenegaraan yang sudah lazirn dengan tidak melalui jalur diplomatik. Presiden juga menjelaskan upaya menjembatani itu tidak berarti lantas Indonesia ingin memimpin, tapi semata-mata hanya ingin menjembatani supaya kerjasama tidak hanya dalam rangka bilateral, tetapi kawasan-kawasan itu bisa berjalan dengan baik.
Mengejar Ketinggalan
Dalam penjelasannya sekitar 30 menit, Kepala Negara mengemukakan, dalam memasuki pembangunan jangka panjang kedua bangsa Indonesia harus bisa mengejar ketinggalan, dan dalam era kebangkitan nasional kedua harus sejajar dengan bangsabangsa yang telah maju.
“Untuk itu kita harus mengetahui sumber-sumber kemajuan itu, di mana untuk Eropa yang maju adalah Jennan,” katanya. Jerman sebagai salah satu negara yang kalah perang, tapi dalam rangka membangun setelah PD ll adalah yang paling berhasil dalam membanguh ekonominya.
Kekuatan ekonomi Jerman lebih maju dibanding negara-negara yang menang perang dalam PD II. Keberhasilan itu karena didukung oleh satu penguasaan teknologi selain orang-orangnya disiplin dan kerja keras. Kendati mereka tidak mengembangkan teknologi nuklir, tapi dengan kemajuannya, maka kekuatan Jerman tidak kalah dengan negara yang menggunakan teknologi nuklir.
Menurut Kepala Negara, hal itu sama dengan Indonosia yang tidak mengembangkan nuklir untuk senjata, tapi untuk tujuan damai.
Kelancaran
Sehubungan dengan masalah perdagangan dan ekonomi, tambah Kepala Negara, diinginkan adanya perhatian Jerman bahwa Indones ia tidak hanya memerlukan dana, tapi juga kelancaran perdagangan kedua negara. Karenanya pasaran komoditi Indonesia perlu ada jaminan, sehingga makin lama makin luas. Sampai kini impor dari Jerman sebesar 1,5 miliar dolar AS, sedang ekspomya separuhnya.
Dalam pasaran tunggal Eropa juga akan terjadi persaingan. Bagi Jerman yang unggul dalam teknologi untuk menambah daya saing, memerlukan biaya produksi lebih murah, sehingga bisa memanfaatkan potensi Indonesia, misalnya dalam hal tenaga kerjanya untuk mengerjakan komponen. Keuntungan yang diperoleh, dengan pembuatan komponen di Indonesia akan banyak menyerap tenaga kerja, sedang bagi Jerman akan mengeluarkan cost rendah. Kepada para wartawan yang ikut dalam kunjungan kenegaraan itu, Presiden kembali menyatakan, dalam pembangunan yang sangatpesat di Indonesia juga ditemui Ketinggalan untuk mengimbangi pembangunan prasarana ekonomi.
Diberikannya contoh, mengenai kekurang an listrik, pelabuhan dan telekomunikasi. Dibidang pembuatan kapal Indonesia telah mempunyai pengalaman dengan Jerman, seperti dengan digunakannya galangan seperti di Mayer.
Itu menurut Presiden adalah kerjasama yang baik antara Jerman dan Indonesia. Jerman pada waktu itu perlu menolong, artinya memperhatikan perkembangan galangan Mayer dan Indonesia memerlukan kapal. Karena itulah Jerman memberikan kredit kepada Indonesia untuk memenuhi kebutuhan kapal, yang pembuatannya dilaksanakan oleh galangan kapal tersebut.
Sepuluh Buah Kapal
Kini, Indonesia telah memesan sembilan buah kapal dari Jerman dan diharapkan kapal kesepuluh akan selesai Desember mendatang.”Inilah antara lain, satu pola dari kerjasama itu. Jerman mengeluarkan anggaran unluk kepentingan galangan tersebut, tapi sekaligus membantu kita. Sehingga kita sekarang mempunyai 9 kapal,” ucapnya.
Kapal dengan bobot 14.000 ton itu mampu mengarungi seluruh wilayah Nusantara, sehingga memungkinkan komunikasi semakin baik. Menurut rencana, jumlah kapal itu akanditambah menjadi 15 buah, guna memenuhi kebutuhan angkutan sampai ke Indonesia bagian timur dengan memesan kapal berbobot 6.000 ton.
Dengan kapal itu, akan dapat dilayari pelabuhan di Dili/Faktak, Merauke dan Keimana. Itu merupakan kebutuhan jangka panjang dalam memenuhi kebutunan komunikasi laut di Indonesia. Selain memenuhi kebutuhan listrik, Indonesia juga akan memanfaatkan Jerman bagi pembangunan pelabuhan kontener.
Lingkungan
Menjawab pertanyaan mengenai kerjasama lingkungan hidup, Presiden Soeharto mengatakan hal itu memang ada, baik pihak partai maupun Kanselir Kohl pun juga memperhatikan hal itu.
Kepada Helmut Kohl dijelaskan, Indonesia pun mempunyai kepentingan mengenai lingkungan hidup. “Dan ini telah kita buktikan. Sejak dimulainya pembangunan, kita telah mengambil kebijakan dan salah satu pedoman bahwa kita membangun tanpa merusak, sehingga ada menteri KLH sampai penyelamatan hutan tropis,” kata Kepala Negara.
Presiden Soeharto dan rombongan tiba di Tanah Air Senin sore setelah melakukan kunjungan empat hari di Jerman. Kunjungannya merupakan kunj ungan Kepala Negara asing pertama setelah jerman bersatu.
Di Bandara Halim Perdanakusurna, Jakarta, Presiden yang didampingi Ny. Tien Soeharto disambut Wakil Presiden dan Ny. E.N. Sudharmono serta sejumlah menteri. Seperti direncanakan, pesawat Garuda Indonesia yang membawa rombongan mendarat mulus di Bandara Halim Perdanakusuma tepat pukul 13.50.
Sumber : PELITA(09/07/1991)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 659-665.