PRESIDEN MINTA PEMBERIAN KREDIT KONSUMTIF DIHENTIKAN

PRESIDEN MINTA PEMBERIAN KREDIT KONSUMTIF DIHENTIKAN

 

 

Jakarta, Pelita

Presiden Soeharto minta, pemberian kredit atas barang-barang konsumtif harus dihentikan, karena kredit semacam itu mendorong peningkatan inflasi. Namun sebaliknya kredit untuk sektor-sektor yang produktif dan proyek-proyek vital tetap harus dilanjutkan.

Permintaan itu disampaikan Presiden Soeharto ketika menerima Sesdalopbang Solihin GP dan HL Gaol di Istana Merdeka, Kamis siang. Kedua pejabat itu, kepada Kepala Negara melaporkan, pemberian kredit akhir-akhir ini untuk semua sektor diperketat oleh bank.

Menurut Solihin kepada wartawan, pengetatan kredit oleh bank terhadap semua sektor banyak dikeluhkan masyarakat. Dampaknya untuk masa mendatang juga negatif, karena proyek-proyek APBN dan produksi ekspor juga akan ikut terhambat.

Sejak kebijaksanaan Paket Januari 1990 (Pakjan), pemerintah mengetatkan rupiah yang juga diikuti pengetatan pemberian kredit untuk menekan laju inflasi. Dalam pelaksanaannya, menurut pengamatan Solihin, bank-bank keliru menerjemahkan kebijaksanaan itu, sehingga segala macam kredit akhirnya diperketat.

Dijelaskan, sebelum pengetatan itu memang dirasakan, peredaran rupiah sangat besar dan cepat. Peredaran uang yang besar itu antara lain disebabkan besarnya pemberian kredit oleh bank kepada masyarakat. Kredit itu kemudian banyak pula yang melayani kebutuhan konsumtif masyarakat, sehingga peredaran rupiah berlangsung lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih besar.

Sesdalopbang menyatakan, akibat kecepatan peredaran rupiah itu, inflasi menjadi 7,6 persen. “Padahal kita menginginkan agar inflasi itu hanya 5 persen setahun,” katanya.

 

Kredit Investasi

Presiden juga menegaskan, selain penghentian terhadap kredit barang konsumtif, kredit untuk investasi juga dibatasi. Pembatasan itu, adalah dengan menilai seberapa besar investasi tersebut diperlukan. Sebab jika, investasi hanya untuk meningkatkan pola konsumtif masyarakat, investasi ini tidak diperlukan.

Sesdalopbang mengungkapkan, semula Kepala Negara tidak mengira jika dana yang berada ditangan masyarakat ternyata cukup besar. Mobilisasi dana melalui deposito dan tabungan-tabungan berhadiah nyatanya dapat mengumpulkan dana yang cukup besar. “Karena dana yang terkumpul itu cukup besar, bank berusaha menyalurkannya dalam bentuk kredit ke masyarakat , termasuk kredit bagi barang-barang konsumtif. Keadaan itulah yang kemudian mendorong pembelian barang-barang meningkat pesat, terutama barang mewah seperti mobil dan sebagainya, “ucapnya.

 

Bank Perkreditan Rakyat

Kepada Kepala Negara, dilaporkan perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang perkembangannya cukup menggembirakan, karena kehadirannya lebih akrab terhadap masyarakat.

Dampak positif BPR, menurut Sesdalopbang, masyarakat desa kini mempunyai pilihan lain untuk memperoleh kredit. Dengan adanya pilihan terhadap lembaga pemberi kredit,bank yang terjun ke pedesaan menjadi bersaing dengan saling meningkatkan pelayanannya. “Keadaan ini melegakan saya sebab dulu orang desa yang membutuhkan kredit dapat dikatakan ‘nyembah-nyembah’ dulu baru bisa, tetapi sekarang bank yang datang kepada masyarakat,” katanya.

Untuk lebih meningkatkan perkembangan BPR, Presiden akan meminta kepada bank-bank besar agar menjadikan BPR itu sebagai perpanjangan tangan bank. Dengan demikian bank-bank besar dapat memenuhi kewajibannya menyalurkan 20 persen kreditnya kepada usaha-usaha kecil.

Sesdalopbang mengemukakan, kerja sama perpanjangan tangan bank dengan BPR dapat dilakukan dengan jalan bank  memberi pinjaman kepada BPR dengan bunga antara 16-18 persen, lalu BPR meminjamkan dana itu kepada masyarakat dengan bunga 24 persen setahun.

Dijelaskan,kerjasama semacam itu telah dicoba antara Bank Duta dengan 20 BPR yang dibina PT Nusamba. Perkembangannya cukup menggembirakan. Karena kredit dapat lancar disalurkan kepada masyarakat. Selain itu BPR-BPR Nusamba berhasil pula memobilisasi dana yang cukup besar.

HL Gaol juga menambahkan, sampai 1 Juli lalu jumlah kredit yang dikeluarkan oleh ke 20 BPR mencapai Rp 5,1miliar, mobilisasi dana hasil deposito dan tabungan sebesar Rp 2,9 miliar. Dengan demikian, selisih jumlah kredit dengan dana yang dimobilisasi itu sebesar Rp 2,2 miliar.

“Dana itu diperoleh selain modal BPR juga berasal dari bank-bank pembinanya” ucapnya. (SA)

 

 

Sumber: PELITA(07/09/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 301-304.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.