SISTEM TOTALITER TAK MAMPU KEJAR DINAMIKA MASYARAKAT

SISTEM TOTALITER TAK MAMPU KEJAR DINAMIKA MASYARAKAT

 

 

Jakarta, Sinar Harapan

Presiden Soeharto mengatakan, sistem pemerintahan dan ketatanegaraan yang bersifat totaliter dan sentralistis terbukti tak mampu mengejar kecepatan gerak dinamika masyarakat yang didorong oleh ilmu pengetahuan, teknologi dan ekonomi.

Kepala Negara mengatakan ini kepada para peserta Kursus Reguler Angkatan XXIII Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) di Bina Graha, Jakarta, Selasa pagi.

Menurut Presiden, yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman kita adalah sistem yang memberikan peluang besar untuk tumbuh dan berkembangnya prakarsa dan kreativitas masyarakat itu sendiri. “Peranan pemerintah dan negara dalam tatanan yang dinamika itu sebagai pemberi peluang dan kesempatan, pengayom, pengaman dan pendukung bagi lapisan masyarakat yang membutuhkannya,” ujar Kepala Negara.

Menurut Presiden Soeharto, negara-negara adikuasa kini mulai membongkar dan memusnahkan senjata-senjata penghancur massal. Pakta-pakta pertahanan mulai disadari tak ada gunanya lagi. Mereka sedang bekerja keras melakukan pembenahan di dalam negerinya masing-masing guna menghadapi zaman baru.

 

Terjerat

Namun, demikian Kepala Negara, negara-negara yang sedang membangun banyak yang masih terjerat dengan masalah-masalah masa lampaunya masing-masing. Banyak dana dan pikiran dan waktu masih harus disediakan untuk mengatasi dan menyelesaikannya, sebelum dapat mendayagunakan sumber daya yang dimiliki untuk sebesar-besar kemakmuran rakyatnya.

Presiden meminta agar perubahan-perubahan mendasar tadi diamati dengan cermat, dikaji dengan teliti dampak positif serta dampak negatifnya. “Kita perlu merumuskan pokok-pokok pegangan yang akan kita gunakan untuk menghadapi perkembangan itu dan untuk pembangunan bangsa kita,” ujar Presiden.

Dikatakan, pemerintah maupun masyarakat memerlukan doktrin dan hasil-hasil kajian strategis guna merumuskan kebijaksanaan yang akan kita tempuh untuk masa depan.

Selanjutnya Kepala Negara mengatakan, dewasa ini bangsa kita berada dalam kondisi yang amat menguntungkan untuk mengambil manfaat dari peluang yang terbuka dalam zaman yang berubah sekarang ini. Kita sudah berhasil melewati babak-babak yang paling kritis dalam pembangunan bangsa. Sekarang dan selanjutnya kita bisa mencurahkan segenap pikiran, tenaga dan waktu untuk membenahi diri membangun masa depan bersama, demikian Presiden.

“Sebagai bangsa, kita sudah sepakat bahwa hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia,” ujar Kepala Negara.

 

Resiko

Diingatkan, di samping peluang, kita juga menghadapi risiko-risiko pembangunan dalam dunia yang sedang berubah ini. “Kita tak boleh takut menghadapi risiko, karena risiko pasti ada dalam bidang apa pun,” kata Presiden yang seraya menambahkan, “yang perlu kita lakukan adalah menekan risiko itu sampai batas minimum dengan perhitungan yang cermat dan melaksanakan keputusan yang kita ambil secara kenyal.”

Dikatakan, kesinambungan pembangunan nasional kita dalam dasawarsa mendatang memerlukan dunia yang damai. Namun perdamaian tidaklah datang sendiri. Perdamaian adalah suatu hasil karya luhur manusia yang harus dibangun dan dipelihara secara khusus. “Perdamaian tak bisa tegak sendiri saja,” tegas Kepala Negara.

Pada awal sambutannya Kepala Negara mengatakan bahwa sesuatu yang harus diingat adalah doktrin harus bersifat dinamis. Doktrin harus terus menerus memperhatikan dengan cermat perkembangan pemikiran dasar yang melatarbelakangi penyusunan doktrin itu, serta kondisi lingkungan sekitar yang menjadi ajang gerakannya.

Sementara itu, Gubernur Lemhanas Mayor Jenderal Soekarto dalam laporannya kepada Presiden mengatakan, peserta Kursus Reguler Angkatan XXIll Lemhannas sebanyak 60 orang yang terdiri dari pejabat senior terpilih di lingkungan ABRI dan Non-ABRI dengan rincian, dari kalangan ABRI 14 orang dari TNI-AU, 5 orang dari TNI AL, 5 orang dari TNI-AU dan 5 orang dari Polisi. Sedang dari non ABRI berjumlah 31 terdiri dari para pejabat departemen, lembaga negara non departemen dan BUMN serta swasta.

Soekarto mengatakan, para peserta selama mengikuti kursus itu mendapat ceramah dari para ahli Lemhanas, selain dari para menteri, pimpinan ABRI, Kepala Staf Angkatan dan Kapolri dan pimpinan­pimpinan Lembaga Negara. Para peserta kursus juga menyelenggarakan seminar-seminar yang hasil seminar itu baru merupakan rumusan awal sumbangan pemikiran Lemhanas kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia.

 

 

Sumber :SINAR HARAPAN (04/12/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 207-210.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.