TANZANIA “UJAMAA” DAN PASAR BEBAS

TANZANIA “UJAMAA” DAN PASAR BEBAS

 

 

Dar es-Salaam, Kompas

MESJID di satu sudut Dar es-Salaam hari Jumat itu sesak sekali dipadati manusia. Mereka memakai jubah khas Afrika lengkap dengan pecinya. Panggilan bersembahyang, adzan, bergaung lewat pengeras suara Seorang laki-laki setengah umur berbadan pendek gempal dan berkulit hitam berjalan tenang di antara kerumunan orang, lalu mengambil tempat di barisan kedua di dalam mesjid. Beberapa orang yang melihat dan mengenalnya memberikan salam.

Assalamualaikum. Tak ada perlakuan khusus terhadap laki-laki ini. Di mesjid, semua orang sama saja. Di mata Tuhan, di antara orang yang bersembahyang tak ada orang lebih istimewa. Begitu pula laki-laki tadi. Presiden Republik Persatuan Tanzania itu, Ali Hassan Mwinyi (66), di mesjid cuma salah satu saja dari sekian ratus umat.

“Presiden kami setiap minggu memang berkeliling di mesjid-mesjid untuk bersembahyang,” tutur seorang penduduk Dar-es-Salaam bemada bangga. Ali Hassan Mwinyi berhasil meneruskan teladan pendahulunya, Julius Nyerere (berkuasa 1964- 1985), dan akrab sekali dengan rakyatnya.

Presiden kedua di negara ini, yang berkuasa sejak 5 November 1985, selalu berpakaian sederhana dan tak sungkan bercakap-cakap dengan siapa saja. Julius Nyerere (69) juga begitu. Bapak Kemerdekaan Tanzania ini dikenal dengan kebijaksanaan pemerintahannya yang dikenal dengan istilah ujamaa (kekeluargaan).

Usaha pertama Nyerere mewujudkan rencananya ini adalah memberikan kesempatan pada orang-orang Tanzania mengurus negaranya sendiri. Untuk mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri, dia memutuskan mengadakan nasionalisasi berbagai perusahaan, bank, industri dan perkebunan.

Ini diumumkannya tahun 1967 dalam Deklarasi Arusha yang bertujuan utama mencapai keadilan, persamaan dan kemuliaan. Pemerintahan desentralisasi yang ditetapkan tahun 1972 juga bertujuan mendorong usaha masyarakat mengurus diri sendiri.

Pandai pula dia menggali kembali tradisi Afrika dengan membentuk kampung-kampung komunal yang tanahnya digarap secara gotong royong dan hasilnya dibagi-bagikan sama rata. Untuk mempercepat usahanya ini, dia lalu membuat program permukiman kembali yang menyatukan penduduk yang terpencar-pencar.

TANZANIA yang membentang luas 945.087 km persegi diperkirakan sekarang berpenduduk 25 juta orang. Di bawah Nyerere, Tanzania menjadi negara sosialis dan tentaranya dilengkapi dengan persenjataan dari Uni Soviet. Rakyatnya sendiri beragama Islam (35 persen), agama asli (35persen),dan Kristen (30 persen).

Di dunia internasional, negara ini menjadi salah satu pendukung terkuat gerakan nasionalis di negara-negara selatan Afrika. Tanzania juga terang-terangan membantu gerakan kemerdekaan Mozambik dan Zimbabwe. Tetapi perbedaan-perbedaan antara tiga anggota Masyarakat Afrika Timur membuat negara ini sempat terlibat perselisihan dengan negara tetangganya, Kenya dan Uganda. Perbatasan Kenya, Tanzania dinyatakan tertutup sampai tahun 1983.

Lebih seru lagi dengan Uganda di bawah regim Idi Amin. Tanggal 30 Oktober 1978, bala tentara Idi Amin menyerbu Tanzania. Nyerere membalas dan mengirim 20.000 pasukannya ke Uganda. Idi Amin berhasil didepak dan melarikan diri ke luar negeri bulan April 1979, lalu kedudukannya sebagai kepala negara diambil alih kembali oleh Milton Obote, Presiden Uganda sebelumnya.

Obote yang dikudeta Idi Amin sebelumnya telah mendapat perlindungan dari Nyerere dan tinggal di Tanzrulia. Tahun 1982, Tanzania kembali berperanan sebagai pengaman dengan mengirim pasukannya ke Sycheles, negara kepulauan di timur, untuk memadamkan satu pemberontakan tentara.

Pamor Tanzania sebagai negara terkemuka diAfrika Timur naik. Nyerere sendiri untuk kelima kalinya diangkat kembali menjadi Presiden Republik Persatuan Tanzania tahun 1980. Tetapi di dalam negeri, ternyata Tanzania mengalami kemunduran di bidang ekonomi di awal tahun 1980-an.

Negara ini dihantam inflasi sebagai akibat melonjaknya harga minyak dunia di penghujung tahun 1970-an. Tahun 1983, pecah pemberontakan sekelompok tentara yang berhasil dipadamkan secepatnya. Tanzania di tahun itu tak terselamatkan dari kemunduran di berbagai bidang, dan ini tampak jelas dari rusaknya jaringan jalan, tak berhasilnya suplai air bersih, atau bobroknya kota.

Nasionalisasi di berbagai sektor mendorong kemunduran ekonomi, karena ternyata orang Tanzania masih belum mampu menanganinya sendiri, terutama menyangkut modal dan manajemen. Perang dengan Idi Amin juga membawa darnpak buruk di dalam negeri.

Krisis ekonomi diakhiri dengan diperkenalkannya kebijaksanaan- perdagangan bebas sejak tahun 1985. Barang-barang penting mulai diimpor dan digunakan untuk memperbaiki kebutuhan dalam negeri. Uang asing digunakan untuk transaksi tertentu.

Dikeluarkan ketentuan, orang asing cuma boleh mempergunakan uang keras (hard currency) untuk pembayaran tertentu, misalnya saja hotel dan tiket pesawat. Untuk orang asing pula, beberapa jenis barang dikenakan harga khusus yang lebih mahal.

Semua orang tampaknya terpikat dengan uang keras, khusus-nya dollar AS. Inilah pula yang kemudian menyuburkan pasar gelap. Dollar AS digemari dan diburu di mana­ mana. Di pasar gelap, kurs yang ditawarkan sangat menarik, antara 320 sampai 400 shillinig Tanzania untuk 1 dollar.

Padahal, kurs resmi 1 dollar adalah 230 shilling Tanzania. Melakukan transaksi di pasar gelap juga aman. “Polisi tak mau pusing-pusing kalau kita memberikan bagian sedikit,” ujar seorang supir taksi yang merangkap calo pasar gelap. “Tidak mungkin dia menangkap kita, karena mereka kan butuh uang juga,” tuturnya sambil tertawa.

TAHUN 1986 Tanzania kebanjiran dana berkat perundingannya dengan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Para investor mulai berdatangan dan menanamkan modalnya ke negara ini. Tetapi kendala masih tetap ada.

Para investor harus menghadapi macam-macam masalah, misalnya saja jeleknya telekomunikasi, kurangnya tenaga kerja ahli, menurunnya standar pendidikan, bertele-telenya birokrasi, dan korupsi. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi Tanzania. Para investor sendiri melihat Tanzania sebagai negara yang lumayan menarik, terutama karena situasi politiknya yang stabil ketimbang negara-negara lain di Afrika.

Para pengamat mengharap, mudah-mudahan keadaan yang lebih baik di Tanzania ini dapat menjadi contoh bagi negara-negara tetangganya.

Bagi Indonesia,Tanzania dilihat lumayan potensial untuk memasarkan beberapa jenis produk. ”Menurut saya, sekarang ini industri keramik untuk bangunan mempunyai peluang baik untuk masuk, karena di mana-mana di negeri ini tengah dibangun gedung­ gedung mewah,” ujar Hidayat Soemo, Duta Besar RI untuk Tanzania.

Menurut dia, pembangunan gedung mewah di Tanzania sekarang umumnya menggunakan keramik dari Itali. “Kalau kita bisa mendatangkan keramik yang baik dengan harga lebih menarik, saya yakin produk ini akan muda dipasarkan di sini,”katanya.

Selain keramik, menurut pengamatannya barang-barang elektronik juga bakal laku keras. Orang Tanzania yang tengah berkembang itu memang menggemarinya, padahal benda­ benda macam begini masih sulit diperoleh dan mahal lagi.

Sekarang ini menurut Hidayat Soemo, beberapa produk Indonesia memang sudah ada di Tanzania, tetapi mutunya masih belum bisa bersaing dengan produk dari negara lain. Industri garmen misalnya para pedagang-India dan Arab telah memasarkan pakaian yang bermutu kurang bagus.

Menurut Soemo, ini bukan karena Indonesia tak mampu menghasilkan pakaian bagus. “Daya beli orang sini memang rendah, jadi kalau yang dipasarkan bermutu bagus, pakaian itu kurang laku,”tuturnya. Selain industri garmen, dari Indonesia masuk pula barang lain macam pupuk, produk kayu, pecah belah,hasil-hal minyak bumi dan lampu neon .

Tanzania memang telah semakin memperlihatkan kemajuannya sejak tahun 1985. Para investor pun melihatnya sebagai ladang yang menjanjikan. Tanzania tengah mengalami perubahan cepat. Kata orang, telah lahir Tanzania baru.

Dar-es-Salaam yang selalu sibuk dan pelabuhan modem yang tengah dibangun, menurut para pengamat tampaknya merupakan satu pertanda terjadinya renaissance di bidang ekonomi. Tetapi keraguan memang ada juga. Mengenai ini, mereka yang pesimis mengatakan terlalu pagi kalau kita mengira telah terjadi perubahan mendasar di negeri ini.

Mereka menunjuk masih buruknya jaringan jalan dan telekomunikasi dinegeri ini. Di sini juga masih sulit mendapatkan kebutuhan sehari-hari. Benarkah Tanzania sedang mengalami perubahan ke arah yang lebih baik? Waktulah yang akan membuktikannya. (SA)

 

Sumber : KOMPAS (07/12/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 323-326.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.