MEMASUKI TAHUN 1990 DENGAN KEPERCAYAAN DIRI
Jakarta, Business News
Demikianlah suatu harian menangkap makna pidato Presiden akhir tahun 1989. “Karena berhasilnya dicapai kemajuan penting di berbagai bidang pada tahun 1989 lalu, maka tantangan berat di masa mendatang itu mampu kita jalani”, kata Presiden.
Setiap akhir tahun, Kepala Negara meluangkan waktu untuk mengucapkan suatu pidato pendek yang menilai tahun yang silam dan menyambut tahun yang datang. Demikian pula semua kepala pemerintahan lain di dunia ini.
Presiden AS George Bush mengajak Gorbachev melanjutkan kerjasamanya untuk membangun dunia yang damai. “Marilah kita memandang lums ke depan menuju abad bam dan dekade baru yang damai, bebas, dan sejahtera”, serunya. Di seberang Atlantik, Gorbachev memandang tahun yang bam ini sebagai permulaan periode paling produktip dalam sejarah untuk membangun tatanan dunia yang damai.
Tujuan kami adalah sistem sosialisme yang demokratis dan manusiawi serta masyarakat yang bebas dan berkeadilan sosial”, demikianlah diharapkan Presiden Uni Soviet. Karena Bush dan Gorbachev adalah pemimpin dua negara adikuasa di dunia,maka apa saja harapan mereka akan menggema di dunia.Pidato akhir tahun penting juga sebagai cermin cita-cita yang mulia.
Tetapi, apakah pidato kepala negara/pemerintahan dari Negara berkembang sama pentingnya? Tergantung negaranya. Negara-negara seperti RRC dan India cukup penting di percaturan kawasan Asia. Apa yang akan terjadi dalam negeri pun akan mempunyai pengaruh besar kepada dunia. Indonesiapun mempunyai arti strategisnya sendiri. Walaupun pengaruh internasional Indonesia mungkin tidak atau belum terlalu besar, namun kalau politik dan ekonomi Indonesia bisa stabil dan sehat di tahun-tahun yang akan datang, maka pengaruhnya di kawasan Asia akan sangat besar.
Dekat rumah kita, di Singapura, Perdana Menteri Lee Kuan Yew, menggunakan pidato akhir tahunnya untuk menegaskan bahwa beliau akan mundur sebagai perdana menteri dan akan diganti oleh Goh Chok Tong. Akan tetapi filsafah politiknya menuturkan bahwa terlalu naif untuk mengharapkan negara-negara dunia akan hidup damai selamanya.
“Untuk mempertahankan perdamaian di dunia, haruslah ada keseimbangan kekuasaan yang baru. Bagi Asia dan Pasifik, hubungan yang erat antara AS dan Jepang amatlah penting demi stabilitas dan pertumbuhan. Hal ini barangkali akan menjadi lebih sulit di masa depan tanpa ancaman bersama dari blok Soviet.”
Kembali pada kita di Indonesia, karena sifat pidato Kepala Negara akhir tahun agak ritual maka apakah cukup penting untuk diberi perhatian di sesuatu editorial? Lebih-lebih karena beberapa hari lagi Presiden yang sama akan mengantarkan RAPBN untuk tahun anggaran yang bam di depan DPR. Pidato dan dokumennya jauh lebih penting. Oleh karena itu, apakah lebih baik simpan saja komentar editorial untuk acaraitu?
Bisa dikatakan bahwa kedua pidato, yang akhir tahun dan yang mengantarkan RAPBN, masing-masing mempunyai artinya sendiri. Yang pertama lebih “filosofis” atau “kontemplatip” (merenungkan dan menistai); yang kedua adalah policy oriented dan sifatnya lebih operasional.
Di pidato akhir tahun Presiden Soeharto lebih menekankan hal ikhwal dalam negeri, walaupun terungkap juga beberapa harapannya mengenai perkemb angan situasi internasional (yang pada umumnya dinilai memberi harapan besar). Bahwa keprihatinannya lebih terarah kepada situasi dalam negeri harus dicatat sebagai penting. Salah satu alasan adalah : pengaruh negatip dari dunia luar kiranya tidak akan banyak mengganggu Indonesia tahun ini sehingga faktor-faktor dalam negeri menjadi jauh lebih penting.
Yang diutamakan di pidato Presiden adalah tercapainya stabilitas ekonomi di masa yang lalu. “Stabilitas ekonomi itu memberikan perasaan tenteram bagi masyarakat. Masyarakat tidak dikejar-kejar oleh rasa waswas bahwa barang-barang akan menghilang, masyarakat tidak dihantui oleh kekhawatiran bahwa harga-harga akan melonjak. Suasana seperti itu memberi makna tersendiri bagi kesejahteraan masyarakat”.
Selain stabilitas (ekonomi) maka Presiden juga memprihatinkan pemerataan.Pemerataan pembangunan memang merupakan salah suatu sokoguru strategis pembangunan, yang ditunjang dengan bantuan Inpres Dati I,Dati II dan Inpres Desa, dan program-program pelayanan jasa masyarakat secara langsung, seperti dengan Puskesmas.
Akan tetapi, kemajuan dan pertumbuhan ekonomi harus dijamin dengan memberi peluang kepada semua kekuatan ekonomi kita, asal bisa memberi manfaat sebesar-besamya bagi kemakmuran rakyat.
Apa kesimpulan utama dari filsafah pembangunan yang diutarakan (sebetulnya, diulangi) oleh Presiden akhir tahun ini? Tidak lain dari Trilogi Pembangunan kita, yakni Stabilisasi, Pemerataan dan Pertumbuhan. Marilah kita tunggu penjabarannya di RAPBN 1990/91. (SA)
Sumber: BUSINESS NEWS (03/01/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 61-63.